Gunung # 1: Lawu
Pra Sabtu 31 Agustus 2013
Hari ini saya nanti, sudah lama saya
berharap untuk mendaki. Setelah teman saya faris menggugah minat saya untuk
mencari puncak-puncak gunung di Jawa. Namun rencana dan agenda, meski tak
sekedar wacana, tak bisa dilaksanakan sesegara. Kebetulan, adiknya Faris
dilamar orang, sehingga rencana kami naik gunung tertunda.
Namun keinginan ini tetap membuncah. Saya membujuk teman kos saya, mencari info ke sana kemari mengenai lawu. Pada akhirnya cerita ini jatuh pula ke Janu, adik tingkat saya. Secara kebetulan, dia dan teman-temannya ingin mencicip Lawu. Nekat saya menawarkan diri untuk bergabung. Saya tidak kenal dekat dengan Janu terlebih teman-temannya. Tapi tak peduli lah. Saya lebih yakin, gunung akan menyatukan kami yang berniat baik kepadanya.
Namun keinginan ini tetap membuncah. Saya membujuk teman kos saya, mencari info ke sana kemari mengenai lawu. Pada akhirnya cerita ini jatuh pula ke Janu, adik tingkat saya. Secara kebetulan, dia dan teman-temannya ingin mencicip Lawu. Nekat saya menawarkan diri untuk bergabung. Saya tidak kenal dekat dengan Janu terlebih teman-temannya. Tapi tak peduli lah. Saya lebih yakin, gunung akan menyatukan kami yang berniat baik kepadanya.
Sabtu 31 Agustus 2013
Kami sepakat berangkat! rencana naik
dari bawah lereng pukul 05.00 sore dan target sampai puncak pagi untuk summit
attack. Kami naik bertujuh, saya perkenalkan, dari Saya, Janu, Mas nya Janu
(Danang), Jarjit, Mitro, Nabil, dan saya lupa nama yg satu lagi. Mitro menjadi
pemimpin kami karena ia spesialisnya naik gunung lawu (sudah empat kali dia
naik gunung lawu). Kami mulai naik dari cemoro kandang dan berencana turun dari
tempat yang sama, pada saat itu.
Pos I
Di perjalanan awal kami menuju pos 1,
saya mulai mengatur nafas dan terengah-engah. Saya sadar, datang kesini tanpa
persiapan fisik apapun! Saya punya mental dan tekad, logistik dan equipment
sudah komplit sesuai saran-saran teman kos, info di internet, dan cerita sana
sini. Fisik? boro-boro lari pagi, kerjaan yang banyak membuat saya lebih banyak
melembur.
Ternyata tidak hanya saya yang
kelelahan, salah satu teman kami mulai tidak kuat mengatur nafasnya. Dia
memiliki penyakit asma. Pada pertengahan jalan pos 1, dia memutuskan untuk
kembali ke basecamp. Mitro dan Jarjit mengantarkan teman kita ke bawah.
Sementara kami melanjutkan perjalanan hingga pos 1 dan menunggu di sana.
Sekitar satu jam kami menunggu. Saya
mulai mengamati gemintang bertaburan. Sejenak saya lupa akan gelap dan
mensyukuri nikmatnya keindahan. Tak berapa lama, Mitro dan Jarjit sudah berlalu
menyusul kami di Pos 1, padahal mereka membawa Carrier 60 - 70L. sementara saya
hanya membawa tas laptop, pinjeman lagi. Haha. Cuek lah, saya sadar diri saja.
Kami mendapat info bahwa di bawah terdapat rombongan sekitar 20 orang yang akan
menyusul kita.
Perjalanan dimulai kembali, medan
mulai terasa sulit. Jalan menanjak di sertai vegetasi pepohonan yang tidak
beraturan, menghalangi jalan. Kami bertemu beberapa orang dan saya merasa cukup
aman di urutan tengah karena tidak perlu repot melihat jalan ke atas atau
menyusul cepat jika tertinggal. Senter yang terbatas membuatku pasrah mengikuti
langkah kaki Janu yang tepat berada didepanku.
Pos II
Pos II tidak terlalu jauh dari pos I,
kurang lebih setengah - satu jam. Mitro memberitahu bahwa perjalanan antara pos
II hingga pos III nanti akan panjang. Kami melanjutkan perjalanan, sementara
itu, rombongan 20 orang dari basecamp telah berhasil menyusul kami. Saya salut,
dengan orang sebanyak itu mampu mengejar kami yang sudah menerabas jalur-jalur
cepat.
Sesuai kata mitro, perjalanan begitu
jauh. Memutar-mutar, meskipun jalurnya landai. Sebagian rombongan dari 20 orang
telah menyusul kami dan pergi. Sementara sisa rombongan tersebut berteriak
sepanjang perjalanan. Ternyata ada yang pingsan di antara rombongan yang
dibelakang kami. Mereka berusaha memanggil rombongan yang telah berangkat
duluan. “ Woooiii, nek isih peduli kancaaa. balik o..aja kemaki mergo kuat! iki
ana kancamu sing semaput!!!” teriak rombongan dibelakang kami.
Kami menyimpulkan bahwa rombongan ini
telah terpecah dan egoisme telah memakan sebagian dari mereka. Saya bersyukur
rombongan ini kompak dan perhatian satu dengan lain.
Memang, perjalanan ini terasa
melelahkan. Hawa mulai dingin, kegelapan membuat desir tidak enak di punuk. Bau
jagung, dan telo bakar bermunculan secara bergantian (tanda adanya makhluk
halus). Sepertinya pengalaman mistis kami dimulai. Janu dengan polosnya malah
berkata, “hmm, enak yo ambune..dadi luwee” sementara kami semua bergidik dan
terdiam bercampur rasa lelah dan keringat yang cepat terseka oleh udara dingin.
Bikin mual.
Pos III
Kami mencapainya setelah berapa lama
dan lama. Saya sudah tak berpikir akan waktu, Saya hanya bergegas ingin membuka
sleeping bag. Kami sebetulnya berencana tidur pada sebuah bangunan yang ada di
pos III. Namun saking ramainya, kami tidak kebagian tempat. Sudah banyak tenda
yang bercokol disana. Kami memilih sebuah tempat di sebuah cekungan. Percayalah,
di sana tempat angin bersarang! parahnya lagi, kami tidak membawa tenda! lebih
parah lagi danang, dia tidak membawa sleeping bag dan hanya tidur dengan
menggunakan Mantel! luar biasa.
Setelah persiapan selesai, kami
bertekad melakukan summit attack pada jam 3 pagi. Sepanjang malam, saya tidak
bisa tidur. Perut saya mulas, sepertinya terlalu banyak saya memasukkan makanan
karena terlalu khawatir dan waspada. Isi perut mulai dari Kambing dan cimol
(makanan sebelum berangkat), pocari 1 botol sedang, jeli, roti, crackers,
mengocok-ngocok minta keluar. Sementara dingin menutup semua lubang. Gigi saya
gemeretak.
Pukul 04.00 pagi hari saya teringat
jika belum menunaikan salat maghrib dan isya. Saya membangunkan teman-teman dan
mulai menghadap pencipta. Tak lama kemudian azan subuh berkumandang.
Semua terbangun dan bermalas2an.
Summit attack gagal! Tapi lebih dari itu saya mencari tempat yang tepat untuk
membuang hajat. Mondar-mandir. Ke atas Ke bawah. Pos III masih saja ramai untuk
isi perut saya berdamai dengan tanah. Nekat saja saya menerabas jalan menanjak
yang berduri dan belum pernah dilewati. Dibalik semak, susah payah saya pup.
Mungkin sudah membeku karena hawa dingin jadi amat susah. Kaki saya pegal tak
tertolong. Cukup menderita untuk pup pertama kali di gunung.
Pukul 06.30 setelah bersantai, kami
mulai mengejar puncak. Ternyata di sebelah kami menginap adalah tempat sebuah
sendang berada. Sendang ini, diyakini beberapa orang (termasuk kakek saya),
bertuah. Airnya dapat mengabulkan keinginan bagi yang meminumnya. Katanya.
Terlepas dari itu, Hawa pagi
ini lebih segar, pemandangan mulai terlihat. Sabana agak jauh berada di bawah
jurang. Jauh dari sana, merbabu, merapi, terlihat di balik lautan awan. Kami
mulai menerabas jalan ekstrem dengan menaiki batu-batu. Pada
dasarnya, disana terdapat jalan landai dan memutar. Hanya saja kami
memilih untuk menerabas agar lebih cepat sampai.
Edelweis dan berry menemani sepanjang
perjalanan kami. Puncak serasa sudah dekat.
Pos IV
Luas, sabana, hamparan hijau kuninga,
dan kolam langit! itu pos IV. Anginnya kencang! Kami memilih bersandar pada
sebuah pohon. Terik matahari terasa dekat. 2900 mdpl. Kami sudah sampai sejauh
ini. Setengah jam lagi kami sampai puncak. Untuk menambah energi kami memasak
dan makan siang. Satu jam berlalu dan kami memompa semangat kembali.
Ternyata jarak setengah jam bukan hal
yang mudah untuk dilalui. kantuk, lelah, kekenyangan, panas, dan hawa dingin
memaksa kami terseok-seok. Naik dan turun lembah hingga pertigaan yang memisah
antara cemoro kandang dan cemoro sewu.
Terakhir, tanjakan berbatu. Susah
payah kami berlari hanya untuk menggegam tanah di Hargo Dumilah (Puncak Lawu).
dan sampailah kita 3200 mdpl!. Lawuuu!.
Aneh, di sana kami menemui tenda yang
didalamnya diisi sepasang kekasih. Sepertinya mereka sedang memadu cinta.
karena kami tidak sengaja menangkap suara=suara ‘bahagia’ dari seorang wanita
Pulang!
Pulang bukanlah langkah yang mudah.
Sudah habis semua ambisi, tujuan sudah tercapai. Tubuh sudah mencapai batas,
tenaga yang tersisa sudah tercurahkan penuh saat naik ke puncak.. Tapi kami
sadar bahwa di bawah hidup yang nyata di sana. Esok masih ada. Persediaan
makanan tinggal sedikit. Aneh memang, semangat kami pulang mengendur, bahkan
kami sempat tertidur lama di bawah terik mentari (benar-benar panas) dan hawa
dingin yang mengusir kami kencang.
Keanehan perlahan muncul! Kami ingin
segera beristirahat di basecamp dan bergegas melewati jalur2 ekstrem dengan
menerabas jalan landai secara vertikal. Kami amat sangat yakin bahwa kami telah
memotong waktu dengan singkat! tapi nyatanya? kami masih jauh dari tempat
tujuan.
Keanehan berlanjut! Mitro kemudian
angkat bicara. Sedari tadi kami turun ditunjukkan oleh seekor burung hitam,
Jalan, arah, dll, semenjak kami berangkat dari pos III. Anehnya, menurut Janu,
Burung ini tak lazim berada disini. Bukan habitatnya.
Anehnya lagi! tiba-tiba burung itu
tidak terbang dan menapak pada jalur yang kami lewati. Burung itu diam dan
menengok ke belakang seolah-olah ingin menunjukkan jalan kepada kami. Ternyata
burung itu benar-benar menunjukkan jalan! dia tidak terbang! tapi melompat2 ke
arah tertentu, seolah2 kami harus mengikutinya. Nyatanya kami benar-benar
mengikutinya.
Dalam hati saya cuma berdoa, semoga
ini adalah bantuan dari yang Kuasa kepada Kami. Sepertinya hal itu memang
benar. Burung tersebut ingin kami segera pulang dan keluar dari gunung sebelum
maghrib. Kenapa begitu?
Sebab, setelah itu perjalanan kami
terasa mencekam, padahal matahari masih tampak. Tapi tidak ada seorang pun yang
kami temui saat perjalanan, jangka waktu perjalanan yang seharusnya singkat
kami tempuh menjadi lama, tiba-tiba kami diikuti oleh suara gresekan hewan yang
berkelebat di semak (padahal selama kami naik dan turun tidak ada hewan lain
yang kami temui selain burung).
Kami memutuskan untuk menyegerakan
perjalanan. Namun apa daya, maghrib pun terlewat. Keanehan makin menjadi!
perjalanan kami dari pos I ke basecamp yang dapat di tempuh hanya dengan
setengah jam menjadi amat lama. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam, dan
memastikan masing-masing dari kami aman dan sehat.
Saya berdoa terus disepanjang
perjalanan agar tidak disesatkan oleh gangguan. Tali sepatu jarjit lepas, namun
kami tetap terus berlari. Ada teman terjatuh, tapi bergegas langsung berdiri.
Kami semua sadar bahwa kami berada di kondisi yang tidak tepat. Hawa tidak
enak. Kami serasa diputar-putar dalam labirin yang kami tidak tahu
ujungnya.
Satu jam kemudian kami sampai di
basecamp. Bukan makan yang pertama kali kami lakukan, Bukan berbaring dan
mencari air yang segar, Bukan. Tapi kami mengungkapkan pengalaman mistis di
sana. Baru ketahuan, jika dari awal sampai akhir kami menikmati lawu dalam
kemistisan.
Dari bebauan, penampakan wanita pada
pos bayangan, perasaan diikuti, burung hitam yang menuntun perjalanan, binatang
di balik semak yang mengikuti, perjalanan yang sangat lama, hingga salah satu
foto kami terbentuk bayangan wajah seorang nenek. Tapi terlepas dari itu semua,
Lawu sungguh mengagumkan.
Salam,
2 September kami
tiba.
5 October, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar