Mengenai Saya

Foto saya
pribadi yang melangkah sesuai panggilan harapan..untuk berubah..disini kuas ditorehkan..dioles carut marut hidup..senang dan susah..pemikiran, harapan dan sampah kekecewaan..

Senin, 01 Juni 2015

Sayap oleh Mentari

Rinai embun bercampur mentari
melekat pada sorot mata yang menguning terang
Menyoroti hijau taman eden
Bukan ilmu yang kuingin alpakan
Tapi ialah akumulasi dari gemulai buai kata

Duhai roda bawa mata emas ini mengayuh peluh
Menerpa semerbak angin di samping sengkedan
Berundak-undak ceria
Menopang beban sedih dan menguburnya jauh tepat di akar teratai

Duhai kaki mari berlari menarik senyum yang tertinggal jauh
Menendang, melesat, menerjang keriuhan bisik setan
Mentari membumbungkan punggung
Menyajikan punggung gunung dan terlentangnya sejuta kerinduan
“Jangan sampai ku terjatuh ya mentari!”
Ujarku puas
9 February, 2013


Berpaling mata
Satu, dua, lima ratus, hingga sejuta,
Kali dan kali lagi ku rekam jejak rona darah berwarna pelangi..
Panjang tak berujung dalam nyinyir tersalur angin
Menggontaikan langkah
Berdesir melewati roma yang sensitif pada kata-kata tajam
Darah mengucur pada tubuh cinta yang terkoyak
Hidung terus menyusuri jejak tetes
Mengendus, merona tanah basah, dan lumpur yang memerah
Mata dalam otakku merekam jelas detik saat belati merobek birahi
Mengoyak nadi yang serakah menyedot darah
Mataku luka,
Satu, tiga, tujuh ratus, hingga genap sejuta kali
Mataku telah berpaling..
Jejak langkahku, Ku jilat kembali!
3 February, 2013


Hujan: Romantika
Hujan selalu romantis
dari tiap tetes nya mengalir bayanganku pada sesosok jiwa
membara dan bertaut
antara hati dan hati
meraba lewat udara dingin yang menguap di sela-sela bibir
kembali kulit bertaut

Seni selalu romantis
dari tiap helaian kuas terlukis bayanganmu, sesosok wanita
beludru menghias kalbumu
sejuk setia pada hujan yang kau tunggu
yang dia rindu adalah pelangi
dari hasil lukisanmu

Malam selalu romantis
dari turunnya bintang dari langit ke rongga dada ku
dan apa yang ku tahu dari gemintang, seni, dan hujan
adalah dirimu

Utuh sebagai bayangan romantis di mataku
Sebelum larut malam tiba, aku sudah bermimpi..
Panjang
29 October, 2013


Pinggiran hidup
Semburat wajah lesu terimbas di wajahmu
Alamat perut bergemuruh keruh
Syahdu diraih dalam goyahan tangan melambai
Tangismu mengalir hingga tapak sanubari tampak terpejal

Gerimis mengaburkan tangis
Tatapmu tajam mengiris syahduku
Tak peduli berjuta tetes telah menenggelamkan hatimu
Gelap ke dasar pilu

Hamparan pasar meremah
Senja memerah
Titik ini kembali sebelum senja meredup
Dan tangismu membuncah
28 January, 2013


Kelambu biru pagiku
Kisanak, kukirimkan duka padamu
Lara dari beragam butir sesal
Alamat sesal tak terarah
Gembira tak terukur
Sedih tak berdasar
Kisanak, rindu pula kularut padamu
Dalam tetes air dayu
Murni embunnya pagi
Gembira tak perlu menunggu pagi
Sedih tak datang ketika senja berlalu
24 January, 2013


Sekilas Kamu
Kilas mu telah meniti arahku,
Membisik lewat sendu dalam gerimis
 
Kau ulik tanpa sentuhan sisi bakatku

Rendah hatiku sembari menatapmu sebagai kilas dan kilas
Meski ego menuntutmu utuh
bukan kilas bukan kias

Biarkan memutar kisah itu
dalam kelambu jambu yang meringkuh rindu
Kemari kan jejak hidupmu
Kan ku warnai dalam sejuta kiasan syahdu 
13 January, 2013


Gunung # 1: Lawu
Pra Sabtu 31 Agustus 2013
Hari ini saya nanti, sudah lama saya berharap untuk mendaki. Setelah teman saya faris menggugah minat saya untuk mencari puncak-puncak gunung di Jawa. Namun rencana dan agenda, meski tak sekedar wacana, tak bisa dilaksanakan sesegara. Kebetulan, adiknya Faris dilamar orang, sehingga rencana kami naik gunung tertunda.

Namun keinginan ini tetap membuncah. Saya membujuk teman kos saya, mencari info ke sana kemari mengenai lawu. Pada akhirnya cerita ini jatuh pula ke Janu, adik tingkat saya. Secara kebetulan, dia dan teman-temannya ingin mencicip Lawu. Nekat saya menawarkan diri untuk bergabung. Saya tidak kenal dekat dengan Janu terlebih teman-temannya. Tapi tak peduli lah. Saya lebih yakin, gunung akan menyatukan kami yang berniat baik kepadanya.
Sabtu 31 Agustus 2013
Kami sepakat berangkat! rencana naik dari bawah lereng pukul 05.00 sore dan target sampai puncak pagi untuk summit attack. Kami naik bertujuh, saya perkenalkan, dari Saya, Janu, Mas nya Janu (Danang), Jarjit, Mitro, Nabil, dan saya lupa nama yg satu lagi. Mitro menjadi pemimpin kami karena ia spesialisnya naik gunung lawu (sudah empat kali dia naik gunung lawu). Kami mulai naik dari cemoro kandang dan berencana turun dari tempat yang sama, pada saat itu.
Pos I
Di perjalanan awal kami menuju pos 1, saya mulai mengatur nafas dan terengah-engah. Saya sadar, datang kesini tanpa persiapan fisik apapun! Saya punya mental dan tekad, logistik dan equipment sudah komplit sesuai saran-saran teman kos, info di internet, dan cerita sana sini. Fisik? boro-boro lari pagi, kerjaan yang banyak membuat saya lebih banyak melembur.
Ternyata tidak hanya saya yang kelelahan, salah satu teman kami mulai tidak kuat mengatur nafasnya. Dia memiliki penyakit asma. Pada pertengahan jalan pos 1, dia memutuskan untuk kembali ke basecamp. Mitro dan Jarjit mengantarkan teman kita ke bawah. Sementara kami melanjutkan perjalanan hingga pos 1 dan menunggu di sana.
Sekitar satu jam kami menunggu. Saya mulai mengamati gemintang bertaburan. Sejenak saya lupa akan gelap dan mensyukuri nikmatnya keindahan. Tak berapa lama, Mitro dan Jarjit sudah berlalu menyusul kami di Pos 1, padahal mereka membawa Carrier 60 - 70L. sementara saya hanya membawa tas laptop, pinjeman lagi. Haha. Cuek lah, saya sadar diri saja. Kami mendapat info bahwa di bawah terdapat rombongan sekitar 20 orang yang akan menyusul kita.
Perjalanan dimulai kembali, medan mulai terasa sulit. Jalan menanjak di sertai vegetasi pepohonan yang tidak beraturan, menghalangi jalan. Kami bertemu beberapa orang dan saya merasa cukup aman di urutan tengah karena tidak perlu repot melihat jalan ke atas atau menyusul cepat jika tertinggal. Senter yang terbatas membuatku pasrah mengikuti langkah kaki Janu yang tepat berada didepanku.
Pos II
Pos II tidak terlalu jauh dari pos I, kurang lebih setengah - satu jam. Mitro memberitahu bahwa perjalanan antara pos II hingga pos III nanti akan panjang. Kami melanjutkan perjalanan, sementara itu, rombongan 20 orang dari basecamp telah berhasil menyusul kami. Saya salut, dengan orang sebanyak itu mampu mengejar kami yang sudah menerabas jalur-jalur cepat. 
Sesuai kata mitro, perjalanan begitu jauh. Memutar-mutar, meskipun jalurnya landai. Sebagian rombongan dari 20 orang telah menyusul kami dan pergi. Sementara sisa rombongan tersebut berteriak sepanjang perjalanan. Ternyata ada yang pingsan di antara rombongan yang dibelakang kami. Mereka berusaha memanggil rombongan yang telah berangkat duluan. “ Woooiii, nek isih peduli kancaaa. balik o..aja kemaki mergo kuat! iki ana kancamu sing semaput!!!” teriak rombongan dibelakang kami.
Kami menyimpulkan bahwa rombongan ini telah terpecah dan egoisme telah memakan sebagian dari mereka. Saya bersyukur rombongan ini kompak dan perhatian satu dengan lain.
Memang, perjalanan ini terasa melelahkan. Hawa mulai dingin, kegelapan membuat desir tidak enak di punuk. Bau jagung, dan telo bakar bermunculan secara bergantian (tanda adanya makhluk halus). Sepertinya pengalaman mistis kami dimulai. Janu dengan polosnya malah berkata, “hmm, enak yo ambune..dadi luwee” sementara kami semua bergidik dan terdiam bercampur rasa lelah dan keringat yang cepat terseka oleh udara dingin. Bikin mual.
Pos III
Kami mencapainya setelah berapa lama dan lama. Saya sudah tak berpikir akan waktu, Saya hanya bergegas ingin membuka sleeping bag. Kami sebetulnya berencana tidur pada sebuah bangunan yang ada di pos III. Namun saking ramainya, kami tidak kebagian tempat. Sudah banyak tenda yang bercokol disana. Kami memilih sebuah tempat di sebuah cekungan. Percayalah, di sana tempat angin bersarang! parahnya lagi, kami tidak membawa tenda! lebih parah lagi danang, dia tidak membawa sleeping bag dan hanya tidur dengan menggunakan Mantel! luar biasa.
Setelah persiapan selesai, kami bertekad melakukan summit attack pada jam 3 pagi. Sepanjang malam, saya tidak bisa tidur. Perut saya mulas, sepertinya terlalu banyak saya memasukkan makanan karena terlalu khawatir dan waspada. Isi perut mulai dari Kambing dan cimol (makanan sebelum berangkat), pocari 1 botol sedang, jeli, roti, crackers, mengocok-ngocok minta keluar. Sementara dingin menutup semua lubang. Gigi saya gemeretak. 
Pukul 04.00 pagi hari saya teringat jika belum menunaikan salat maghrib dan isya. Saya membangunkan teman-teman dan mulai menghadap pencipta. Tak lama kemudian azan subuh berkumandang. 
Semua terbangun dan bermalas2an. Summit attack gagal! Tapi lebih dari itu saya mencari tempat yang tepat untuk membuang hajat. Mondar-mandir. Ke atas Ke bawah. Pos III masih saja ramai untuk isi perut saya berdamai dengan tanah. Nekat saja saya menerabas jalan menanjak yang berduri dan belum pernah dilewati. Dibalik semak, susah payah saya pup. Mungkin sudah membeku karena hawa dingin jadi amat susah. Kaki saya pegal tak tertolong. Cukup menderita untuk pup pertama kali di gunung.
Pukul 06.30 setelah bersantai, kami mulai mengejar puncak. Ternyata di sebelah kami menginap adalah tempat sebuah sendang berada. Sendang ini, diyakini beberapa orang (termasuk kakek saya), bertuah. Airnya dapat mengabulkan keinginan bagi yang meminumnya. Katanya.
Terlepas dari itu, Hawa  pagi ini lebih segar, pemandangan mulai terlihat. Sabana agak jauh berada di bawah jurang. Jauh dari sana, merbabu, merapi, terlihat di balik lautan awan. Kami mulai menerabas jalan ekstrem dengan menaiki batu-batu. Pada dasarnya, disana terdapat jalan landai dan memutar. Hanya saja kami memilih untuk menerabas agar lebih cepat sampai.
Edelweis dan berry menemani sepanjang perjalanan kami. Puncak serasa sudah dekat.
Pos IV
Luas, sabana, hamparan hijau kuninga, dan kolam langit! itu pos IV. Anginnya kencang! Kami memilih bersandar pada sebuah pohon. Terik matahari terasa dekat. 2900 mdpl. Kami sudah sampai sejauh ini. Setengah jam lagi kami sampai puncak. Untuk menambah energi kami memasak dan makan siang. Satu jam berlalu dan kami memompa semangat kembali.
Ternyata jarak setengah jam bukan hal yang mudah untuk dilalui. kantuk, lelah, kekenyangan, panas, dan hawa dingin memaksa kami terseok-seok. Naik dan turun lembah hingga pertigaan yang memisah antara cemoro kandang dan cemoro sewu.
Terakhir, tanjakan berbatu. Susah payah kami berlari hanya untuk menggegam tanah di Hargo Dumilah (Puncak Lawu). dan sampailah kita 3200 mdpl!. Lawuuu!.
Aneh, di sana kami menemui tenda yang didalamnya diisi sepasang kekasih. Sepertinya mereka sedang memadu cinta. karena kami tidak sengaja menangkap suara=suara ‘bahagia’ dari seorang wanita
Pulang!
Pulang bukanlah langkah yang mudah. Sudah habis semua ambisi, tujuan sudah tercapai. Tubuh sudah mencapai batas, tenaga yang tersisa sudah tercurahkan penuh saat naik ke puncak.. Tapi kami sadar bahwa di bawah hidup yang nyata di sana. Esok masih ada. Persediaan makanan tinggal sedikit. Aneh memang, semangat kami pulang mengendur, bahkan kami sempat tertidur lama di bawah terik mentari (benar-benar panas) dan hawa dingin yang mengusir kami kencang.
Keanehan perlahan muncul! Kami ingin segera beristirahat di basecamp dan bergegas melewati jalur2 ekstrem dengan menerabas jalan landai secara vertikal. Kami amat sangat yakin bahwa kami telah memotong waktu dengan singkat! tapi nyatanya? kami masih jauh dari tempat tujuan.
Keanehan berlanjut! Mitro kemudian angkat bicara. Sedari tadi kami turun ditunjukkan oleh seekor burung hitam, Jalan, arah, dll, semenjak kami berangkat dari pos III. Anehnya, menurut Janu, Burung ini tak lazim berada disini. Bukan habitatnya.
Anehnya lagi! tiba-tiba burung itu tidak terbang dan menapak pada jalur yang kami lewati. Burung itu diam dan menengok ke belakang seolah-olah ingin menunjukkan jalan kepada kami. Ternyata burung itu benar-benar menunjukkan jalan! dia tidak terbang! tapi melompat2 ke arah tertentu, seolah2 kami harus mengikutinya. Nyatanya kami benar-benar mengikutinya. 
Dalam hati saya cuma berdoa, semoga ini adalah bantuan dari yang Kuasa kepada Kami. Sepertinya hal itu memang benar. Burung tersebut ingin kami segera pulang dan keluar dari gunung sebelum maghrib. Kenapa begitu?
Sebab, setelah itu perjalanan kami terasa mencekam, padahal matahari masih tampak. Tapi tidak ada seorang pun yang kami temui saat perjalanan, jangka waktu perjalanan yang seharusnya singkat kami tempuh menjadi lama, tiba-tiba kami diikuti oleh suara gresekan hewan yang berkelebat di semak (padahal selama kami naik dan turun tidak ada hewan lain yang kami temui selain burung). 
Kami memutuskan untuk menyegerakan perjalanan. Namun apa daya, maghrib pun terlewat. Keanehan makin menjadi! perjalanan kami dari pos I ke basecamp yang dapat di tempuh hanya dengan setengah jam menjadi amat lama. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam, dan memastikan masing-masing dari kami aman dan sehat. 
Saya berdoa terus disepanjang perjalanan agar tidak disesatkan oleh gangguan. Tali sepatu jarjit lepas, namun kami tetap terus berlari. Ada teman terjatuh, tapi bergegas langsung berdiri. Kami semua sadar bahwa kami berada di kondisi yang tidak tepat. Hawa tidak enak. Kami serasa diputar-putar dalam labirin yang kami tidak tahu ujungnya. 
Satu jam kemudian kami sampai di basecamp. Bukan makan yang pertama kali kami lakukan, Bukan berbaring dan mencari air yang segar, Bukan. Tapi kami mengungkapkan pengalaman mistis di sana. Baru ketahuan, jika dari awal sampai akhir kami menikmati lawu dalam kemistisan.
Dari bebauan, penampakan wanita pada pos bayangan, perasaan diikuti, burung hitam yang menuntun perjalanan, binatang di balik semak yang mengikuti, perjalanan yang sangat lama, hingga salah satu foto kami terbentuk bayangan wajah seorang nenek. Tapi terlepas dari itu semua, Lawu sungguh mengagumkan.
Salam,
2 September kami tiba.
5 October, 2013


Berhenti menghampar asa
Ku hampar pasir pun tak akan menghilang sosokmu
Malah aku yang terhampar pada sela karang
Kering kerontang tak bergerak
Beginilah terhampar
Terkapar dalam asa yang tak kunjung usai
Urung mengurung ku hampar lautan
Agar sosokmu terbenam seiring senja
Urung mengurung ku tebar sekam kemudian kubakar
Agar sosokmu membumbung dan kembali menjadi pelangi
Asa segeralah menjumput
Kesunyian yang terbalut dalam dengki dan benci
Asa segeralah kau hapus pelangi pada wajah ini

berharap kemuliaan kuasa atas pinta yang tak kunjung tiba 

29 August, 2012


Syukur dan Takut
dan inilah islam..
Aku bukan nabi, bukan bersabda, bukan bertuah, hanya berpikir.
Aku bukan berdasarkan literasi, aku takut aku bukan jamaah, tapi semoga ini mengawali untuk pencapaian dalam menyelami kitab suci, hadist, dan sunnah. Bismillahirrahmanirrahiim, semoga ini dapat menyelamatkan hamba untuk menjadi golongan jamaah..
dan inilah islam..
Ia ada dua:
Syukur, dan Takut
Syukur titik nadirnya ialah keikhlasan
Takut titik nadirnya ialah ketaatan..
Semoga menjadi sebuah pelajaran..
Barakallahu lii, wa laka, wa alaina bi khair.. 
28 December, 2012


Kucuri Hati
Tolong..hampirkan laut kepadaku
Raupi airnya,
Kucuri sela hati,
Padati dengan kristal-kristal garam,
Seraya hati ini menghampar pada pasir panjang,
Bersimpuh pada ruh,
Jasad tak kuat lagi menanggung pahit,
Hati ku biar menghampar,,
Sepanjang samudera memanjang,,
hingga ujung senja menyambut,,

begitu cita hatiku, 
20 December, 2012


Berakal Mentari
Sesarang pikir ini suwung,
Laba-laba beranak pinak,
Merangkai serabutan kelambu,
Pekat, dan kelam,
Sedikit basah,

Cahaya lelah, terpukau dengan otak yang lain,
Terkhianati sudah alam sadar ini,
Kalah mengabu,

Wahai Alam sadarku, dan para penghuni dibawahnya,
Ku Guncang kalian..
Keluarlah dari sarang..
Lihatlah, betapa cahaya menyegarkanmu!
 
12 December, 2012


Bidadari untuk pagi
Putih awan adalah batas,
Bidadari mengirim embun pagi,
Untuk berlindung kala menjenguk ku,

Dengung dari pita suara ayam mengiringi,
Mentari beranjak menyamarkan ujud,
Engkau akhirnya tiba,
Duduk terpukau mengelus dahiku,
Campuran sinar matahari dan tetesan embun,
Berikut belaianmu,

Embun pagi jugalah awan,
Batas itu menjaga agar kita terdiam,
Dalam skema tatap dalam ucap terkatup,

Waktu-waktu berlompatan,
Masuk dan pergi mengacaukannya,
Embun pagi pergi,
Bersama kokokan ayam berlalu,

Pagi ini, terbangun wajahku basah,
Sisa belaianmu,
Hanyalah ilusi 
9 December, 2012


Nyala Cakrawala
Api ini muncul,
Menerangi kelam detak jantung,
Senyummu adalah sumbunya,
Api ini ada karena detakku selaras detakmu,

Pelan kau singgahkan dagu,
Disisi bahu, lengan, dan paha,
Tentram pula alunan detakmu,
dan senyummu kembali membakar sumbu,

Kujelaskan,
 
Api ini bukan bewarna kuning,
Tak juga putih,
Iya berkelap-kelip, pada uraian rambutmu,
Melompat pada tangan kecilmu,
Bermainlah bersama api kita,
Bercandalah,

Api ini akan senantiasa menggoda mancungnya hidungmu,
Bergeliat disekeliling kita,
Ku pendarkan dengan derap hati yang teratur,
Mengiringi langkah tak mengingat umur,

Bias,
Biarkanlah,
itu adalah cahaya lain yang menyilapkan,
hanya untuk sementara,

Sedangkan aku adalah nyalanya,
Nyala cakrawala hari-harimu,
 
9 December, 2012


Bait yang hilang
Masih tersisa satu bait yang terputus,
Musabab bukan pada pensil yang patah,
Bab ini memang belum terbuka, apalagi untuk tertutup,
Kita memang sengaja membiarkannya menjanggal,
Atau kamu?
Atau kah aku?
Pelaku itu,
Menggantungkan nasib pada tali tambang
Membiarkannya mati perlahan,
Seutas tali itu tak mudah putus,
Cepatlah putus harapku,
 
Putuslah, Putuslah, rapalku
Terasa perih bagi nasib,
Menanggung derita pada kerongkong waktu,
Sementara langit tak seraya menolong, 
Kita tetap tutup mata akan hal itu,
Abai atau berpura sama saja,
Sembari itu kita berbagi sendu,

Dalam sesenggukan yang terbenam di bawah hati…

 
9 December, 2012


Perah
Kamu memerah darahku,
Terpelintir nadi ini mengerut,
Otakku tegang,
Darah mengucur dari pori-pori ku,
dan aku mengejang,

Tanganmu lembut,
Penuh cahaya,
Tapi kamu memerah darahku,
Perih, 

8 December, 2012
Ruang Kecil
Ruang sempit ini adalah ruang kecilku,
Tidak laik kau sebut mewah,
Ruangmu begitu besar,
Tak mau pula ku sebut megah,
Ruang kecil kita menyebutnya,
Dari selongsong pucuk isak,
aku melihat megah disana,
Tumpah ruah bahagia,
Telah kupupuk asa,
dengan garam dari air mata,
ku pulas dengan kuas,
Meniti seutas senyum,
Pada ruang kecilku,

Lipatan waktu memaksa ujung bertemu ujung,
Tak bisa lagi kita lipat ulang,
Distorsi ruangku dengan ruangmu,
Rapuh ruang kecilku,

Bisakah kau biarkan aku dan ruang kecilku?

 
8 December, 2012


Keluhan Hujan
Bumi merinduku terlalu dalam,
Angin berkelana mengejar lariku,
Jua awan tak lagi bersua dengan gunung,
Setahun lamanya,,
Perpisahan adalah lena
Perlahan aku adalah siapa,
Tak mengenali diriku,
Jatuh pada bumi yang ku kira merindu,
digusur angin jauh, menghindarkan awan pada gunung,

Bumi nestapa, logikanya sudah tak jalan,
Bonyok bersama tanah,
Sesak tak bisa lagi bernafas,
dan Tak hanya Bumi yang mengeluh,
Sekeliling bumi menjauh,
Mereka bilang,
“Aduh, Hujan!" 
5 December, 2012


Alang-Alang
Menjulang, tinggi tampaknya,
Angin pun semakin kencang menggoyang,
Gerang karang, cemburu,
Angin beralih hati kepada alang-alang,
Lebih lembut ia membelai alang-alang,
Geli,
Tidak karang, yang keras,
Kerap angin meregang,
Melegang, lelah,
Kerap terhadang, Mengejang
dan,
Kini angin beralih hati lagi,
Alang-alang tak dinyana tajam,
Lembut menusuk,
Geli, nyeri,
Tidak satu, tapi seribu
Angin melonjak, menggelinjang,
Badai,
dan,
Sekarat dalam pelukan awan kelabu pekat, 
3 December, 2012


Ayah di Malam hari
Gemintang menerjunkan khayal tepat di Pulau Seberang,
Sebuah rumah, dengan lampu kuning berpijar,
Menghangatkan seorang tua,
Hangat seperti rindunya
Kelam tak ingin lepas,
dan kelam yang sama menghinggapi seorang tua,
Rembulan menyelimuti mereka,
Hangat seperti rindunya
Tangan Si Kecil merindu Punggung
Punggung yang besar,
Sebesar ini katanya,
Tangannya mengapung di awang-awang.
Si kecil yang lain,
terbayang-bayang kosong,
Laman-laman malam,
Ketika Ayah pergi bekerja.
#Pak, mas ingin cepat sukses. Biar bapak cepat pulang ke rumah. Mas rindu bapak malam ini!
30 November, 2012


Mendamba Rintik
Apakah angin malam dan rembulan yang harus bertanya kepada hujan?
Dan plastik, dedaunan, hanya mampu berbisik
 
Pada pinggir-pinggir kali,

Dan kodok, terus berlari mengejar hujan,
Kini ia telah kehilangan arah,
Gering dan mengering,
Pita suaranya telah lepas,
Membumbung bersama uap,
 

Kembali mencari Hujan,
Dan Pelangi suntuk,
Ia malas muncul dihadapan para punggawa,
Hanya para nestapa yang menikmati mereka,

Lewat kolong-kolong gelap,
Mendamba,
 
bidadari turun dari tahta nya,

Dan Hujan, melenggang sesukanya.
 
25 November, 2012


Mengeja
a,b,c,d,e…
bukan alfabet
bukan abjad! 

18 November, 2012
Kotaku: Lapar!!!
Ini Kotaku…
Kotaku Hijau, abu-abu, Kuning, Menghitam,
Ini Kotaku,
Tinggi, Luas, Besar, Megah,
Ini Kotaku,
Rumah, Gedung, Pasar, Taman, Jalan
Ini Kotaku,
Ramah, Tamah, Tamak, Binal
Ini Kotaku,
Kumuh, Sumpek, Panas, Kemproh,
Ini Kotaku,
Macet, Banjir, Polusi, Manipulasi,
Ini Kotaku,
Pemulung, Pejabat, Pemuda, Penguasa,
Ini Kotaku,
Perut..Perut..dan Perut,
Ini Kotaku,
Kotaku lapar..
Ingin makan kamu!!! 

17 November, 2012
Rakus
Entah lelah pada iri atau dengki
Tak jelas menyusur benci ini
Kususupkan pada keangkuhanmu
Atau pengetahuan yang Kau Agungkan

Bersinar pada lampu temaram
 
Kau berteriak..EUREKAAA..
Sedang aku melongo..
mengusap mata pedih..
Sambil terisak dan bertanya..

Bodohkah aku??
Tak sepandai atau tak seberapa untung??
Atau hanyakah…
Kau si angkuh yang menjadi agung??
 
15 October, 2012


Resonansi Jumawa
Luput sudah diri,,
Yang hilang akan hilang,,
Bisa Kembali ke pangkuan,,
Bisa Kembali ke Cangkupan tangan,,
Tertinggal ampas impian,,
Sisa harapan bak arang,,
Perlahan angin berhembus,,
Tersapu memori,,dan asa,,
Isak mulai berdenging,,
Jumawakah penyebabnya?
Acap syukur yang terlupa kah?
Berpikir,,hanya menyisakan kepasrahan,, 

26 September, 2012
Depa Ilmu
Serahkan tubuh ini pada awan..
Lambungkan aku ke dasar yang tinggi..
Tak merenggut kesah mereka..
Jua pundi nafas dalam gemerlap semu..
Tak kubiarkan pijakan ini menara gading belaka..
luput, tandus, kosong tak berjasa..
Lepas tundukku menuju akar..
menyeruak bunga lalu buahnya..
biji tersemai melalui nafas tersengal..

Nafas para pemburu sejahtera..
Di atas punuk pangkat..
Berjenjang-jenjang..
tak Beraturan..
Lepaskan asa dalam kerongkongan ini..
Dalam abu rerumputan..
Menyisakan sesal dalam balutan angin..

Tak ingin kalian begitu.. 
18 September, 2012


Hanyut
kenangan..
akankah kau menepi dan meresap dalam sisi-sisi pasir..
bersama mentari terbenam..
lamunan..
akankah berhenti mengombak..
berhenti menggusur, pasir putih tergulung..
impian..
akankah menggelayut bersama desir angin..
meniup kembang layar hingga jauh..
Hingga ujung ufuk, tempat pelangi menyambut.. 

17 September, 2012
Untuk yang Hilang
untuk yang hilang di telan bumi//
untuk yang hilang menguap di udara//
untuk yang hilang bersama debu jalanan//
Doa ku panjatkan//
untuk Tuan sejahtera, berpunuk pahala,
untuk yang hilang dan bersembunyi//
untuk yang hilang dan bungkam//
untuk yang hilang dan dilindungi//
untuk yang hilang dan memiliki kebebasan//
Doa ku haturkan//
untuk Tuan sengsara, dan terbuka pintu neraka,

#untuk semua tragedi, trisakti, semanggi, munir, rifki andika,
Semoga keadilan terjunjung..
hamba menghening cipta.. 

12 September, 2012